"welcome to my website"

Nilai seseorang tidak ditentukan oleh kemampuan atau penampilan fisik mereka...

Melainkan...

Oleh "pikiran"...
"perbuatan"...
dan "tindakan mereka"...



Jangan pernah berputus asa dalam menggapai impianmu...
karena hanya ada satu orang yang bisa menghentikanmu : yaitu ; dirimu sendiri.

"Dalam hidup ini, kita hanya mendapatkan ...
kembali apa yang kita berikan...
Kepercayaan bila diberikan dengan murah hati...
akan dibalas dengan kepercayaan juga.."

Rabu, 07 September 2011

NIAS


I.Latar belakang

Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias.[1]Orang Nias menyebut diri mereka sebagai Ono Niha (anak manusia). Kemudian pulau Nias disebut sebagai Tanő Niha (tanah manusia). Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam hukum adat dan kebudayaan yang sangat kental. Hukum adat Nias secara umum disebut fodrakő yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian. Jauh sebelumnya, masyarakat Nias primitif hidup dalam budaya megalitik. Hal ini terlihat dari peninggalan sejarah seperti artefak-artefak yang masih ditemukan di banyak wilayah pedalaman pulau Nias sampai sekarang ini.

Masyarakat Nias juga mengenal sistem kasta. Ada dua belas tingkatan kasta. Dari tingkatan kasta yang ada, yang tertinggi adalah “Balugu”. Untuk mencapai tingkatan ini, seseorang harus mampu mengadakan pesta besar selama berhari-hari dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ratusan/ekor babi. Biasanya orang-orang yang melakukan ini adalah mereka yang memiliki harta dan emas.

a). Mitologi:

Menurut masyarakat Nias, dalam sebuah mitos, orang Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut Sigaru Tora’a yang terletak disebuah tempat yang bernama Tetehőli ana’a. Mitologi Nias ini terdapat dalam hoho[2]. Dalam hoho diceritakan bahwa alam semesta beserta segala isinya adalah ciptaan Lowalangi[3] (Untuk selanjutnya saya lebih suka menggunakan istilah ”pencipta”) dari beberapa warna udara yang ia aduk dengan tongkat yang bernama sihai[4]. Dewa pencipta terlebih dahulu menciptakan pohon kehidupan yang disebut Sigaru Tora’a. Pohon ini berbuah dua butir buah yang segera dierami oleh seekor laba-laba emas. Kemudian lahirlah sepasang dewa pertama, yang dinamakan Tuhamora’aangi Tuhamoraana’a berjenis kelamin laki-laki dan Burutiroangi Burutiraoana’a berjenis kelamin perempuan.[5] Keturunan mereka inilah yang kemudia dikenal sebagai dewa Sirao Uwu Zihõnõ sebagai rajanya. Mitos asal usul masyarakat Nias pun, dimulai sejak zaman raja Sirao. Dewa ini memiliki tiga istri yang masing-masing beranak tiga putra. Di antara kesembilan putranya ini timbul pertengkaran yang sengit, yaitu mereka memperebutkan tahta Raja Sirao ayah mereka. Melihat situasi ini, Sirao mengadakan sayembara di antara putra-putranya. Intinya, siapapun yang mampu mencabut tombak (toho) yang telah dipancangkan di lapangan depan istana itulah yang berhak menggantikan-nya. Satu persatu putranya mulai dari yang tertua datang mencoba mencabut tombak tersebut. Tapi tak satupun berhasil. Kemudian anak yang paling bungsu yang bernama Luo Mĕwõna[6](Lowalangi) datang mencabutnya dan akhirnya berhasil.

Kakak-kakaknya yang kalah dalam sayembara tersebut diasingkan dari Tetehõli ana’a, dan dibuang ke bumi, tepatnya di pulau Nias. Dari kedelapan putra Sirao yang dibuang ke dunia (Pulau Nias) hanya empat orang yang dapat sampai di empat tempat di pulau Nias dengan selamat dan akhirnya menjadi leluhur orang Nias. Ke-empat orang lainnya mengalami kecelakaan. Baewadanõ Hia karena terlalu berat, jatuh menembus bumi dan menjelma menjadi ular besar yang bernama Da’õ Zanaya Tanõ sisagõrõ[7] (dialah yang menjadi alas/fondasi seluruh bumi). Jika dia bergerak sedikit saja, maka bumi akan bergoncang dan terjadilah gempa bumi. Agar dapat hidup, naga ini diberi makan oleh burung setiap hari. Yang lain jatuh ke dalam air dan menjadi hantu sungai, pujaan para nelayan. Dia sering disebut hadroli[8]. Ada yang terbawa angin, dan akhirnya tersangkut di pohon dan menjelma menjadi hantu hutan, pujaan para pemburu. Makluk ini sering disebut ”Bela”[9]. Ada juga yang jatuh di daerah Laraga yang kondisi tanahnya penuh batu-batu (12 Km dari Gunung Sitoli) menjadi leluhur orang-orang berilmu kebal

b). Penelitian Arkeologi

Telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 dan hasilnya ada yang dimuat di Tempointeraktif[10] dan di Kompas,[11] Rabu 4 Oktober 2006 Rubrik Humaniora menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak 12.000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias pada masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30.000 tahun lampau kata Prof. Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional dan LIPI Jakarta. Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal-usul Suku Nias berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi negara yang disebut Vietnam.[12]

Marga Suku Nias: Suku Nias terdiri dari beberapa marga diantaranya : Amazihönö, Beha, Baene, Bate'e, Bawamenewi, Bawaniwao, Bawo, dan masih banyak lagi. Fungsi marga adalah menunjukkan garis keturunan dan asal seseorang. Termasuk mengenal famili, sejauh mana garis keturunan dan bisa tau tidak mereka menikah.

II. Religiositas Masyarakat Nias

a). Lani, Langi

Tradisi lisan Nias sering berbicara tentang langit (lani, langi), tentang lapisan langit yang satu (lani si sara wenaita), ada juga langit yang berlapis sembilan (lani si siwa wenaita) dan tentang seorang leluhur yang bernama satu langit (lani sagörö) atau langit yang satu itu (lani sisagörö). Nama ini dulu sebenarnya bukan Lowalani melainkan Lawalani artinya yang ada di atas langit. Bahasa sehari-hari di Nias Selatan sampai sekarang tetap mempertahankan kebiasaan lama dan mengatakan lawa (atas) dan bukan seperti Nias Utara yang menyebutnya yawa (atas). Pemakaian istilah Lowalangi sebenarnya dipopulerkan oleh seorang misionaris Denniger pada tahun 1865. Ia memilih kata Lowalangi sebagai nama Allah bagi pengikut ajaran Kristen di Nias. Ada kemungkinan saat itu ia belum mengetahui sebutan tradisi Lawalani di Nias Selatan. Walaupun demikian istilah ini diterima juga oleh orang Nias Selatan yaitu yang berada di atas langit.

Menurut versi Pastor Johannes M. H. Orang Nias tidak mengharapkan firdaus dalam hidup yang akan datang, tidak pula suatu neraka. Baik hukuman maupun imbalan tidak mereka harapkan. Karena orang Nias percaya, bahwa semuanya akan berakhir. Maka orang Nias tidak takut akan sesuatu dan mengharapkan sesuatu. Hanya inilah yang merupakan imbalan atau hukuman bagi orang Nias. Mereka yang sudah meninggal dipandang terhormat dan terburuk. Selain itu mereka pasrah saja pada nasib mereka dengan hati tenang.[13] Akan tetapi, versi ini diragukan kebenarannya karena pada kenyataanya orang Nias masih percaya pada arwah leluhur dan peranannya bagi kehidupan. Bisa dilihat dari patung-patung (Nadu) yang dianggap sebagai tempat roh leluhur bisa hadir. Selain itu, konsep tentang adanya dunia orang mati juga dipercaya yaitu Tetehõli ana’a

Bagi orang Nias, setelah meninggal semuanya akan punah. Manusia yang meninggal akan menjadi makanan cacing dan lalat yang besar (ö gulö-kulö, ö deteho) seperti dinyanyikan dalam Hoho yang tertinggal hanyalah ”Nama kebesaran” (töi sebua) dan ”kemuliaan” (lakhömi). Sasaran dari pesta-pesta besar (owasa fatome) yang dirayakan di Nias pada zaman dulu adalah untuk mendapat nama yang mulai (töi so-lakhömi).[14]

b). Agama Asli Orang Nias

”Pĕlĕbĕgu adalah nama agama asli diberikan oleh pendatang yang berarti ”penyembah ruh”. Nama yang dipergunakan oleh penganutnya sendiri adalah molohĕ adu (penyembah adu). Sifat agama ini adalah berkisar pada penyembahan ruh leluhur.”[15] Meskipun tidak ada konsep kehidupan setelah kematian menurut versi Pastor Johannes M.H, tapi dalam kepercayaan ini terdapat praktik penyembahan roh-roh para leluhur (animisme). Para leluhur itu perlu dikenang, terutama atas jasa-jasa mereka (Nama Besar dan Kemuliaan). Kepercayaan ini termanisfestasi dalam bentuk adu. Orang Nias percaya bahwa patung-patung (adu) itu akan ditempati oleh roh-roh leluhur mereka, karena itu harus dirawat dengan baik.

”Menurut kepercayaan umat Pĕlĕbĕgu, tiap orang mempunyai dua macam tubuh, yaitu tubuh kasar (boto) dan tubuh halus. Tubuh halus terbagi dua, yaitu noso (nafas) dan lumõmõ-lumõ (bayangan). ”Jika orang mati botonya kembali menjadi debu, nosonya kembali pada Lowalangi (Allah). Sedangkan lumõ-lumõnya berubah menjadi bekhu (roh gentayangan)”.[16] Orang Nias percaya, selama belum ada upacara kematian, bekhu ini akan tetap berada di sekitar jenazahnya atau kuburannya. Agar bisa kembali ke Tetehõli ana’a (dunia roh), setiap roh harus menyeberangi suatu jembatan antara dunia orang hidup dan dunia orang mati. Dalam perjalanan itu, semakin roh itu berjalan, jembatannya semakin mengecil bahkan sampai sekecil rambut. Hal itu akan dialami oleh roh-roh yang banyak melakukan kejahatan selama hidupnya. Akhirnya ia akan jatuh dan masuk ke dalam api yang menyala-nyala. Akan tetapi, bila selama hidupnya ia baik, jembatannya tidak menyempit sehingga perjalanan mulus dan sampai ke Tetehõli ana’a.

Dalam paham agama asli ini, roh tersebut jika sudah sampai ke dunianya, akan melanjutkan kembali hidupnya seperti di dunia ini. Kalau dulu semasa hidup dia seorang raja maka di dunia seberang (Tetehõli ana’a) juga ia akan tetap menjadi raja dan yang miskin akan tetap miskin di dunia seberang nanti. Dunia Tetehõli ana’a ini keadaanya ”terbalik”. Apa yang baik di dunia ini, di sana akan jadi buruk. Maka ada kebiasan, orang-orang Nias, bila menitipkan baju dan barang-barang lainnya, semua barang itu dirusak. ”Pebedaan dunia sana dengan dunia sini hanya terletak pada keadaan ”terbalik”, yaitu jika di sini siang di sana malam demikian juga kalimiat dalam bahasa di sana adalah serba terbalik.”[17]


III. Dua Upacara Penting Dalam Upacara Kematian

a). Famalakhisisi/Fatomesa (Perjamuan terakhir)

Famalakhisisi adalah perjamuan terakhir bagi orang tua yang sudah mau meninggal. Kata lain dari famalakhisisi ini adalah La’otome’õ (kata kerja) artinya dijadikan tamu, fatomesa (kata benda), orang yang sudah mau meninggal akan diupacarkan yang disebut laotome’õ.
Tradisi budaya Nias sampai hari ini masih melakukan ritual Famalakhisisi atau fatomesa ini. Ritual ini biasanya dilakukan pada orang tua yang sudah sakit-sakitan dan mau meninggal.

Famalakhisi (Perjamuan terakhir kali) diadakan bagi ayah yang sudah hampir tiba ajalnya oleh para putranya, setelah ia memberkati serta memberi doa restu kepada mereka. Pada kesempatan ini si ayah dihidangkan daging babi. Upacara ini harus dihadiri oleh putra-putranya terutama yang sulung, karena tanpa berkah doa restu ayahnya, kehidupan anak tersebut akan mengalami banyak rintangan.[18]

Peranan anak laki-laki khususnya anak sulung sangat penting. Anak sulung dipandang sebagi pengganti Ayah dan menjadi pemimpin bagi saudara-saudaranya yang lain. Meskipun peranan anak perempuan tidak begitu ditekankan, tapi mereka wajib datang dan membayar utang mereka sama seperti saudaranya laki-laki.

Di saat-saat terakhir seperti ini, semua anak dan cucunya datang mengunjunginya. Kedatangan mereka pertama-tama adalah untuk memberikan penghormatan terakhir pada orang tua. Orangtua dalam perspektif orang Nias adalah Tuhan di dunia. Sebagai Tuhan yang tampak harus dihormati dan disembah. Maka berkat orang tua, khususnya saat akhir hidupnya diyakini sangat menentukan hidup mereka dikemudian hari.

Tujuan utama Famalakhisi atau fatomesa ini adalah mendapat berkat (howu-howu) dari Orangtua yang hendak meninggal. Sebaliknya kalau ritual ini tidak dihadiri (dengan sengaja) oleh salah seorang anaknya, diyakini bahwa dia akan menjadi anak yang durhaka (tefuyu) dan akan hidup dalam ketidakcukupan atau tidak mendapat rejeki dalam hidupnya (ha sifangarö-ngarö ba kaudinga). Maka momen fatomesa ini adalah peristiwa yang sangat berharga. Hal itu menandakan bahwa mereka adalah anak yang selalu tunduk dan turut pada orang tua (ono salulu-lulu khö jatua nia). Karena ketaatan pada orang tua tersebut, mereka akan mendapat berkat darinya dan hidupnya akan lebih baik.
Dalam acara Famalakhisi atau fatomesa ini, anak-anak dan cucu-cucu dari orang tua yang hendak meninggal akan memestakannya dan makan bersama sebagai tanda penhormatan terhadap orang tua atau kakek mereka. (Dan) Seandainya, kalau ia meninggal, ia pergi dalam keadaan kenyang dan bahagia karena dikelilingi anak-anaknya.

Berdasarkan pengalaman, di Lahõmi (kampung saya), ketika seseorang sudah sakit parah, semua anggota keluarga kumpul , bahkan dari kampung-kampung lain dan memberi makan (mame'e õ) si sakit. Tentu saja menyembelih anak babi. Setelah berdoa, lalu si sakit diberi makan oleh anggota keluarga, mulai dari yang tertua. Ini suatu kepercayaan (pesan tersirat) bahwa kita masih berharap Anda (si sakit) masih tetap kuat dan bertahan, namun seandainya kamu harus pergi, kami tidak terlalu menyesal karena kamu pergi dengan kenyang. Kami sudah melayani dengan baik sehingga seandainya engkau pergi meninggalkan kami, kamu tidak perlu mencari kami atau mengganggu kami lagi. (Ingat: orang Nias percaya pada "bekhu." (setan) Nah, bekhu ini dalam kepercayaan orang Nias, bisa mengganggu orang yang masih hidup).[19]

3. Fanõrõ satua dan Fangasi

Fanõrõ satua adalah upacara pemakaman kedua dari yang wafat. Upacara ini bermaksud untuk ”mengantarkan” rohnya ke alam baka (Tetehõli ana’a)”[20]. Upacara-upacara ini bersifat potlatch yaitu unsur memamerkan kekayaan agar menaikkan gengsi keluarga dan terpandang di masyarakat. Sebab bagi orang Nias yang paling penting dalam hidup adalah Lakhõmi (Kemuliaan) atau Tõi (Nama) keluarga. Biasanya dalam upacara-upacara ini, keluarga orang yang telah meninggal akan mengadakan pesta besar-besaran. Dalam upacara ini, mereka memamerkan kekayaan dengan memotong babi ratusan ekor dan membagikan kepada sanak keluarga, kerabat dan orang sekampung bahkan dengan kampung tetangga. Namun upacara ini tidaklah bersifat wajib. Hanya bagi orang-orang tertentu saja yang memiliki harta dan uang.
Sinonim dari fanõrõ satua adalah fangasi. Bagi orang yang meninggal, harus ada fangasi terjemahan harfiahnya adalah penebusan (redemption). Tapi fangasi bisa juga disebut fangasiwai artinya penyelesaian. Maka fangasi ini bisa dikatakan lebih menekankan pada penyelesaian upacara bagi orang yang telah meninggal.
Dalam perspektif orang Nias fangasi tidak sekedar penebusan orang yang sudah meninggal melainkan sebuah perayaan dan penghormatan sekaligus pengenangan. Selain itu, juga saat melunasi hutang-hutangnya jika masih ada. Fangasi ini adalah semacam pesta bagi orang yang masih hidup sebagai tanda bahwa mereka sudah merelakan kepergian almarhum. Pesta ini biasanya diadakan empat hari setelah yang meninggal dikuburkan. Ritual ini dikenal sebagai fananő bunga (menanam bunga) di pusara yang sudah meninggal.

Ritual yang pertama sekali diadakan adalah pada pagi hari keluarga beserta kenalan dekat datang ke kuburan dan menanam bunga, dan kemudian berdoa. Setelah kembali dari kuburan, mereka akan memotong babi dan makan bersama sebagai upaya mengenang yang sudah meninggal inilah yang disebut fangasi. Di sini tidak terlihat lagi tangisan dan kesedihan, upacara ini adalah tindakan memestakan orang yang sudah meninggal. Upacara ini juga disebut sebagai penghormatan karena melalui upacara ini dia diakui eksistensinya bahwa ia pernah hidup dengan mereka, dan sekarang almarhum telah pergi (mofanő/ irői gulidanő) dari dunia fana ini. Dalam pesta ini, semua kerabat dan warga sekampung diundang.

Orang Nias percaya bahwa yang meninggal itu akan menyadari bahwa ia telah meninggal setelah empat hari. Jadi saat seseorang meninggal sampai empat hari, ia masih belum bangun, meskipun diyakini bahwa rohnya masih berada di sekitar rumah.[21] Saat pertama sekali meninggal, almarhum masih hidup di alam mimpi saja. Tetapi setelah empat hari, almarhum akan bangun dan di situlah ia menyadari kalau ia sudah meninggal. Maka di sana akan terdapat ratapan dan tangisan.

Pertama sekali yang dia lakukan adalah kembali ke rumah. Pada saat jam enam sore/atau menjelang magrip, di mana suasana sudah mulai gelap, arwahnya akan masuk ke rumah lewat pintu dapur dan langsung menuju kamarnya, kemudian mengambil barang-barang miliknya, meskipun yang[22] dia ambil hanyalah bayangan saja (lumő-lumő). Kepercayaan ini, benar-benar bisa dibuktikan. Biasanya di pintu belakang rumah akan ditaburkan abu dan besok pagi akan terlihat bekas kaki almarhum di situ. Bukti itu adalah tanda bahwa almarhum sudah mengunjungi rumah.

Namun, biasanya pada hari keempat juga ada ritual bagi orang yang telah meninggal. Acara ini sangat khusus, hanya dihadiri keluarga dekat saja, bahkan hanya keluarga sendiri. Mereka (arwah) dipanggil ke rumah untuk jamuan makan terakhir. Tapi ritual ini hanya dilakukan sebagian orang Nias saja, seperti dikatakan oleh Pastor Ote OSC:

Satu ritus khusus setelah kematian di Nias adalah doa setelah 4 hari kematian. Saya lupa istilahnya. Intinya, arwah orang meninggal diundang dan diberi makan untuk terakhir kalinya. Ada kepercayaan bahwa selama 4 hari setelah meninggal arwah masih ada di dalam atau di sekitar rumah. Ritus yang saya tahu adalah pada saat petang, ogõmi-gõmi mai'fu seseorang pergi ke kubur lalu memukul permukaan makam, seolah-olah mengetok pintu untuk mengundang arwah si mati untuk datang ke rumah dan ikut acara. Nah, mulai saat itu, tidak boleh ada orang yang ada di tengah jalan, apalagi berada di pintu karena bisa kesambet (tesafo). Dia (arwah) akan dijamu secara khusus dengan menyembelih babi dan sedapat mungkin sudah membereskan fangasi.

Setelah empat hari, diyakini bahwa arwah itu sudah siap meninggalkan segala sesuatu yang ada dunia ini dan pulang kepada Tuhan (Lowalangi). Dalam acara hari keempat ini, diadakan perpisahan dengan almarhum. Dunia almarhum telah berbeda, yaitu di alam baka sana. Maka dimohon agar almarhum tidak lagi mengingat apa yang tertinggal di belakang sebab itu bukan miliknya lagi. Itu adalah milik orang yang masih hidup. Diharapkan juga supaya orang yang sudah meninggal itu, bisa tenang di alam sana. Tidak lagi terikat dengan apa yang ada di dunia ini. Termasuk tidak bisa menyayangi dan mencintai yang ada di dunia. Karena menyayangi itu sama dengan menarik orang yang masih hidup ke alam kematian.
Orang Nias percaya bahwa ”cinta” orang yang sudah meninggal itu tidak dibutuhkan lagi, sebab kasih sayang mereka itu menimbulkan maut bagi yang masih hidup.[23] Orang yang sudah meninggal menyayangi dengan mengambil apa yang mereka sayangi. Artinya membuat yang dia sayangi itu meninggal. Hal ini juga dibenarkan oleh Pastor Ote.

Dalam upacara itu, orangtua dalam keluarga itu akan mengadakan/mengucapkan berbagai batasan dan aturan. Misalnya, "Saudara (yang sudah mati) duniamu dan dunia kami sekarang berbeda. Tenang dan bahagialah di tempatmu yang baru dan jangan terlibat lagi dalam segala urusan keluarga yang masih hidup. Kami sanggup mengatasi segala keperluan keluarga. Kalau kamu dulu senang sama anak-anak dan suka menggendong dan memeluk mereka, maka sekarang karena dunia kita berbeda, jangan lagi lakukan hal demikian karena Lowalangi akan menghukum engkau. Engkau tidak punya hak lagi. Tugasmu adalah mendoakan anak-anak itu supaya mereka terpelihara dan baik. Jangan kembali lagi ke rumah ini karena sudah ada rumahmu yang baru…..(dan beberapa ungkapan lain)." Setelah 4 hari, diyakini bahwa arwah sudah tidak berada di rumah lagi. Setahu saya tidak ada lagi upacara untuk si mati, kecuali kalau fangasi tadi belum dibereskan. 

Acara pada hari keempat ini adalah acara terakhir bagi orang yang sudah meninggal. Tidak ada lagi acara-acara resmi lainnya untuk mengenang dan mendoakan arwah tersebut.

Penutup

Dunia setelah kematian bagi orang Nias terbagi dalam dua perspektif. Pendapat pertama berpendapat bahwa setelah meninggal seseorang akan menjadi abu, makanan cacing, dan tidak ada lagi harapan untuk kehidpan selanjutnya. Kedua, setelah meninggal seeorang tetap melanjutkan hidup di dunia lain yaitu Tetehõli ana’a. Maka dibuatlah adu untuk dapat mengenang mereka, dan diyakini mereka akan masuk ke dalam patung-patung itu.
Untuk mencari sintesis di antara dua padangan yang berbeda ini, perlu kita mengetahui apa itu manusia dan terdiri dari apakah manusia itu dalam perspektif Nias. Manusia terdiri dari boto (tubuh), noso (nafas/nyawa) dan Lumõ-lumõ (roh/bayang-bayang). Pada saat meninggal noso akan kembali kepada pencipta, sementara boto akan kembali ke tanah dan jadi debu. Lumõ-lumõ akan kembali ke dunia roh (Tetehõli ana’a). Di sini semakin jelas bahwa, boto sajalah yang akan musnah dan menjadi makanan cacing, sementara lumõ-lumõ akan melanjutkan hidup di alam baka. Maka ada jurang pemisah antara dunia arwah dengan dunia manusia.

Mereka yang telah meninggal tidak bisa menyeberang jurang tersebut. Di sanalah arwah yang sudah meninggal tinggal sampai selamanya. Hubungan dengan mereka tidak ada lagi. Yang tinggal hanya Tõi nama, dan Lakõmi (kemuliaan). Yang dapat dikenang dan menjadi kebanggaan bagi generasinya, bila nama yang dia tinggalkan harum dan besar. Demikian juga berlaku sebaliknya.

[1] Ada banyak kelompok masyarakat yang hidup di Nias, dan tidak semua disebut orang Nias karena tidak semua keturunan leluhur Nias asli. Mereka bisa digolongkan sebagai pendatang yang telah lama hidup di Nias sampai beberapa generasi. Contoh, orang-orang cina, aceh, mentawai dsb.

[2] Hoho adalah syair yang ditembangkan. Syair ini masih dinyanyikan dalam pesta-pesta adat, juga oleh mereka yang sudah beragama Nasrai, bdk: Prof. Dr. Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1976),

[3] Lowalangi adalah nama yang terlanjur dipopulerkan sebagai dewa pencipta/Allah oleh misionaris Kristen Denniger padahal dewa tertinggi dalam mitologi Nias adalah Sihai.

[4] Sumber ini masih bisa diragunkan karena Sihai adalah nama dewa maha pencipta manamungkin dijadikan tongkat lowalangi. Ibid.,
[5] Ibid.,
[6] Lowalangi ini sebenarnya anak dari raja Sirao yang bungsu, dialah yang berhasil memenangi sayembara perebutan tahta ayah mereka.

[7] Nama lainnya adalah Latura danõ
[8] Makluk yang menghuni air, khususnya yang dalam dan angker, bisa membunuh orang
[9] Bela ini, seperti manusia, hanya saja seluruh tubuhnya putih seperti kapas, baik itu rambut dan sebagainya. Bela ini sebagai penguasa hutan dan pemilik seluruh binatang di hutan. Bila berburu harus berdoa dan minta kepada Bela yang empunya.

[21] Sebab dalam mitologinya, orang Nias percaya bahwa roh orang meninggal, masih berada di sekitar rumah sebelum dia didoakan atau diupacarakan.

[22] Pernyataan ini hanyalah sekedar keyakinan yang tidak bisa dipertanggungjwabkan kebenarannya.

[23] Bahkan bayang-bayang orang yang telah meninggal tidak bisa mengenai orang yang masih hidup karena bisa sakit. Maka pemutusan hubungan secara total bagi arwah itu adalah mutlak hukumnya.

Minggu, 04 September 2011

Makalah Psikologi Sosial

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang

Kita semua adalah anggota kelompok yang pengaruhnya sangat besar dalam hidup kita. Sebagian besar dari kita lahir ditengah – tengah keluarga dan melewatkan masa kanak – kanak kta melalui interaksi dengan orang tua dan saudara – saudara kandung. Ketika kita memberanikan diri untuk memasuki lingkungan social yang lebih besar, kita berhadapan dengan kelompok, mungkin kelompok bermain sekitar rumah, kelas taman kanak – kanak, kelompok pamuka atau kelompok di Gereja atau Masjid. Sewaktu kita makin berkembang, kita bergabung dengan klub, klub olahraga, kelompok kerja, partai politik dan organisasi – organisasi lainnya.
Maka itu kelompok social menurut pengertian sosiologis adalah kumpulan individu – individu yang mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain, dimana didalamnya terdapat ikatan perasaan yang relative sama. Sedangkan dalam pengertian umum kelompok merupakan golongan, kelas, lapisan atau kumpulan manusia yang dibatasi oleh ciri, kondisi dan kesamaan kepentingan tertentu. Soedjono Dirdjosiswono ( 1985 ) menyebutnya sebagai kesatuan – kesatuan yang menunjukkan satu kumpulan manusia ( a human aggregate ), yaitu sejumlah orang yang mempunyai kepentingan yang sama. Pengertian semacam ini tidak menjadi masalah jika digunakan untuk percakapan sehari – hari, sepanjang masing – masing pihak dapat memahami pokok percakapan itu. Akan tetapi pengertian terakhir ini bisa menimbulkan kesulitan jika percakapan dimaksudkan menelaah seluk beluk kelompok manusia itu sendiri secara lebih luas.
Dalam mempelajari  kelompok manusia secara sosiologis tentu banyak variasi yang perlu dipehitungkan, seperti kuantitas keanggotaan, aktivitas anggota kelompok, hubungan – hubungan ntar individu, factor pengikat para anggotanya, kepentingan – kepentingan, saling ketergantungan dan ukuran – ukuran perilaku atau norma – norma yang sama – sama dipatuhi. Mayor Polak ( 1979 ) mendefinisikan kelompok sebagai “ Group“ yaitu sejumlah orang yang ada antar hubungan satu sama lain dan antar hubungan itu bersifat sebagai sebuah struktur.
Pendapat tersebut pada dasarnya ingin menjelaskan bahwa betapa penting factor hubungan atau interaksi dalam suatu kelompok social, karena sekumpulan orang tanpa ikatan hubugan satu sama lain belum dapat disebut sebagai kelompok. Dalam dunia sosiologi kelompok merupakan organisasi dari dua atau lebih individu yang bersatu atas dasar ikatan – ikatan ketergantungan masing – masing dengan standar ukuran perilaku yang relative sama.
Tipe kelompok yang termasuk dalam kajian kelompok social murni, misalnya keluarga, orang Indonesia, kelompok – kelompok etnis, kelompok profesi dan lain – lain perkumpulan yang pada hakekatnya mengandung hubugan sosial primer, dimana didalamnya terdapat ketergantungan atas kepentingan bersama. Ciri yang paling penting  disini adalah sifat hubungannya yang intim dan terdapat ikatan yang disadari sebagai satu perasaan pemilikan bersama yang kuat.
Kelompok – kelompok, seperti kelompok janda, kelas ekonomi lemh, kelompok usaha -  usaha tertentu, konglomeasi, kelompok – kelompok formal atau kelompok – kelompok sekunder lainnya, yang pada dasarna tidak mengutamakan komponen hubungan sosialnya, melainkan cenderung lebih besar diikatoleh kesamaan kepentingan secara formal adalah tergolong kajian kelompok social terapan. Dalam hal ini ikatan hubungan antar anggotanya lebih banyak ditentukan oleh aturan dan epentingan yang bersifat situsional, sedangkan ukuran perilaku social kurang diperhitungkan.
Soedjono Dirdjosisworo menegaskan bahwa kelas menengah, kleompok penghasilan rendah, para tamatan sekolah menengah atas dan orang – orang yang sudah bercerai adalah contoh – contoh dari kumpulan manusia yang jatuh di luar batas – batas yang disebutkan oleh definisi sosiologi mengenai kelompok. Namun demikian perlu disadari bahwa pengertian mengenai kajian kategori – kateori social tersebut sngat penting untuk memahami kehidupan social manusia. Pengkategorian ini dimaksudkan agar dapat digunakan dalam mengatur pemikiran mengenai berbagai tipe kelompok manusia dan hubungan – hubungan antara satu sama lainnya.
Pada masyarakat dalam arti komunitas tradisional, jalinan hubungan dan saling ketergantungan individu terhadap anggota – anggota lainya sangat jelas. Kehidupan kelompok lebih merupakan cerminan dari gaya hidup masyarakat yang berorientasi kedalam. Solidaritas anggota kelompok lebih ditekankan pada kepentingan bersama yang didasarkan atas ikatan perasaan, baik perasaan dalam hal saling mengisi dalam setiap peristiwa social, maupu perasaan untuk salingmelindungi antar sesama anggota.
      Menurut Hasan Shadily ( 1980 ), bahwa jiwa perkumpulan dan kehendak bersama dalam golongan selalu terdapat isi – mengisi dan campur – mencampuri dan tak dapat dipisahkan satu sama lain. Ia menjelaskan bahwa rasa hidup golongan sangat rapat bergandengan dengan jiwa golongan. Syarat untuk menyatakan adnya rasa hidup ini adalah :
1. Persatuan yang nyata, yang memperkuat rasa golongan
2, Pembedaan yang tegas dengan golongan – golongan lain.
Kekuatan ikatan golongan ( kelompok )tersebut sangat nampak dalam kehidupan masyarakat yang telah hidup bersama dalam waktu yang cukup lama. Mayor polak ( 1977 / menyatakan bahwa sebuah kumpulan tanpa jaringan bungan adalah seperti segenggam pasir kering yang bercerai berai bila dilepaskan. Begitulah keadaan suatu kelompok manusia tanpa disertai oleh ikatan perasaan. Sementara struktur suatu kelompok merupakan susunan dari pola – pola hubungan yang intern yang relative stabil.
Ada sejumlah rangkaian atau system suatu kelompok yang dapat dikatakan berstruktur, yaitu:
1. Adanya system dari status – status para anggotanya, seperti sebuah organiasi pemuda.
2. Terdapat atau berlakunya nilai – nilai, norma – norma ( kebudayaan ) dalam mempertahankan kehidupan kelompoknya.
3. Terdapat peranan – peranan social yang merupakan aspek dinamis dari struktur.
Namun, ada juga suatu kelompok social lain tidak memiliki struktur. Kelompok tanpa struktur ini disebut sebagai kolektivita social. Kolektivita social ini misalnya sekelompok pemuda yang sedang berkumpul di tepi jalan atau sekelompok pemuda yang sedang begadang. Disebut tidak memilki struktur karena tidak memilki rencana kerja yang jelas, tidak terdapat aturan – aturan yang disetujui bersama serta tanpa adanya status yang mengatur kelompok tersebut.
Suatu kriteria yang dapat digunakan untuk menyebut sekumpulan manusia sebagai kelompok social adalah sebagai berikut ( Soerjono soekanto : 1982 ) :
1. setiap anggoatakelompok tersebut harus sadar bahwa ia merupakan sebagian drai kelompok yang bersangkutan.
2. Ada hubungan timbale balik antara anggota yang lainnya dalam kelompok itu.
3. Ada suatu factor yang dimiliki bersama oleh anggota – anggota kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Factor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideology politik yang sama dan lain – lain.
4. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku.
      Dari beberapa penjelasan diatas, sebagian para ahli memandang kelompok social sebagai kumpulan individu yang tunduk pada ukuran nilai – nilai, norma – norma, perasaan system kekeluargaan dan nasib serta pandangan yang sama.Dengan demikian pendefinisian tentang kelompok social tidak dilakukan secara mutlak, melainkan dilakukan atas dasar tujuan, besar atau kuatnya hubungan social dalam suatu kelompok yang dimaksudkan. Oleh karena itu secara umum kelompok social dapat disebut sebagai suatu kumpulan manusia, dua orang atau lebih yang didalamnya terdapat pola interaksi yang nyata dan dapat dianggap sebagai satu kesatuan.
  
B.     Tujuan

Adapun pembahasan tentang hubungan antar manusia dalam kelompok bertujuan :
1. Untuk mengetahui bagaimana terbentuknya suatu kelompok social.
2. Untuk mengetahui interaksi sosial dan bentuk – bentuk interaksi social.
3. Untuk mengetahui cirri – ciri perilaku dan tipe-tipe manusia dalam kelompok.

C. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimana manusia dapat berinteraksi dalam suatu kelompok dengan baik”.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Terbentuknya Kelompok dan Interaksi Social

Secara rasional faktor – faktor penentu terbentuknya suatu kelompok social adalah didasarkan atas kesadaran bahwa manusia pada umumnya tidak dapat menyelesaikan pekerjannya sendiri atau tidak dapat mencapai tujuannya dengan seorang diri saja. Menurut ilmu jiwa social, bahwa kelompok social terbentuk atas dasar kebutuhan psikologis manusia, terutama adanya kebutuhan manusia akan rasa perlindungan rasa keamanan. Perlindungan akan rasa keamanan ini bisa dipenuhi melalui kehidupan bersama yang terwujud dalam bentuk kelompok – kelompok social. Para ahli psikologi banyak menganggap suatu kelompok sebagai ungkapan peralihan dari pada gejala – gejala social, artinya suatu kelompok merupakan kumpulan manusia yang sedikit banyak secara kebetulan. Dalam hal ini kelompok social dilihat dari pola antar aksi yang paling sederhana hubungan – hubungan manusia dan pola antar aksi hubungan – hubungan manusia dalam kelompok yang nampak bertahan lama.
Secara sosiologis, kelompok social itiu sendiri dilihat sebagai antar aksi structural dan primer. Dalam pengertian ini sosiologis menyoroti tentang problematic dari pada suatu kelompok social. Menurut Bouman, bahwa sampai pada akhir abad ke 20 ini terjadi krisis social yang disebabkan oleh pemikiran 4 abad yang silam ( abad ke 16). Sama persoalannya sebagaimana pernah diajukan oleh Sorokin dan para ahli – ahli filsafat di zamannya, bahwa individualism yang menghadapkan individu versus masyarakat dapat membawa akibat krisis social, disamping krisis – krisi lainnya.
Anderson dan Parker dalam hal ini menekankan bahwa kelompok adalah kesatuan dari dua atau lebih individu, yang menjalani interaksi Pischologis satu sama lain. Kebutuhan dalam suatu kelompok ini tidak ditentukan oleh situasi geografis saja, terutama dalam zaman kemajuan teknologi dimungkinkan oleh pengadaanb komunikasi satu sama lain.
Astrid S. Susanto ( 1977 ), berpendapat bahwa komunikasi adalah metode pembentukan kelompok, yaitu melalui komunikasi orang dapat juga membuat ikatan dan pengaruh Psychologis tmbal balik. Namun walaupun demikian tidak berarti suatu kelompok harus mempunyai persyaratan akan adanya persamaan pemikiran dan persamaan secara total. Akan tetapi kuat dan tahan lama berdirinya suatu kelompok cukup dibentuk oleh sebagian besar jumlah anggotanya yang berperasaan, pemikiran dan tujuan yang sama, sepanjang perbedaan – perbedaan yang ada didalamnya dapat disesuaikan.
Park dan Burgess menyebutkan kelompok sebagai “ social group “ dan juga mereka menekankan adanya interaksi antara anggota – anggota dengan factor – factor utama, yaitu :
a. An interrelationship of persons
b. Aninterplay of personality
c. A moving unit of interacting personalities
Faktor – factor inilah yang menurut Park dan Burges menghasilkan “ we attitude “ ataupun perasaan “sense of belonging “ pada anggota – anggotanya. Pada kehidupan masyarakat pada umumnya, penilaian – penilaian dari anggota kelompok antara satu sama lainnya,sangat ditentukan oleh moral,maka dengan demkian kekuatan integritas anggota dalam suatu kelompok itu dapat diukur menurut besarnya keterlibatan perasaan seseorang terhadap sesame anggotanya. Jelasnya, bahwa perasaan persatuan akan tercapai jika para anggota kelompok mempunyai pandangan tentang tujuan yang sama.
Selain itu, terbentuknya suatu kelompok social disebabkan oleh adanya interaksi antara manusia. Menurut teori kontak social yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes, bahwa manusia dilahirkan terpisah antara satu dengan yang lainnya denagn batas kekuasaan dan kebebasannya. Pada mulanya kehidupan ini seperti kerumunan serigala yang saling mengancam keselamtan masing – masing. Untuk menghindari kehancuran kehidupan bersama ini, maka kumpulan individu – individu ini terdorong untukmengadakan satu perjanjian ( kontrak ) sosial. Jika perjanjian itu disepakati, maka lahirlah kehidupan bersama yang dinamakan kelompok social atau secara umum disebut masyarakat.
Dalam sejarah perkembangan kehidupan manusia terbentuknya suatu kelompok social oleh karena adnya dorongan hasrat manusia sebagai makhluk social yaitu :
a. Hasrat untuk bergabung dengan manusia lain disekelilingnya.
b. Hasrat untuk bersama – sama dalam segala realitas tujuan berproduksi.
c. Hasrat untuk melindungi diri dari persoalan hidup, termasuk ancaman manusia lain dan alam sekitar.
Kesemuanya itu mendorong manusia sama – sama berhasrat untyk membentuk suatu kelompok sepenanggungan yang disebut kelompok social. Kelompok social ini merupakan himpunan manusia yang hidup bersama, dan saling berhubungan dala kesadaran untuk saling tolong – menolong. Melalui kelompok inilah manusia dapat memenuhi berbagai kebutuhan pokoknya dan menghindari kesulitan dan pertentangan.
Menurut abu Ahmadi ( 1985 ), bahwa himpunan manusia yang dinamakan kelompok social itu memerlukan beberapa persyaratan, yaitu :
1. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutran.
2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota lainnya.
3. Terdapat suatu factor yang dimiliki bersama oleh anggota – anggota kelompok itu, sehingga hubugan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, tujuan yang sama, ideology politik yang sama dan lain – lain,.
Faktor utama yang dapat membuat hidup ini berarti, bervariasi, bersemangat hidup dan penuh dengan keindahan adalah pergaulan antar sesama. Dengan alasan ini, maka kemudian terbentuknya kelompok soial yang sampai pada akhirnya muncul anggapan bahwa tidak ada seorang manusia pun yang hidup di atas dunia ini yang bisa lepas bebas dari pergaulan.
      Keberlangsungan pergaulan dalam suatu kelompok social itu sangat erat kaitannya dengan kesamaan pandangan dan kepentingan terhadap nilai dan norma – norma social serta kepemimpinan social. Maka itu dalam pergaulan dalam suatu kelompok timbul namanya kepemimpinan. Sifat pokok dari kepemimpinan adalah pengaruh social. Pemimpin kelompok adalah orang yang memilki pengaruh paling besar terhadap perilaku dan keyakinan kelompok. Seorang pemimpin tugasnya mengarahkan diri pada tercapainya tujuan kelompok.P.J. Bouman ( 1961 ) dalam teori intergrasinya menganggap bahwa manusia hidup bersama dalam suatu pergaulan karena didorong oleh kekuatan yang mengintergrasikan individu ke dalam suatu pergaulan ( kelompok social ). Kekuatan yang dimaksud Bouman adalah pemimpin masyarakat dan norma – norma social.
Jadi, kehidupan berkelompok yang ideal dapat diukur dari kemampuan dari anggotanya untuk mengintergrasikan segala perbedaan selama dalam kesempatan memenuhi tujuan – tujuannya. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa terbentuknya suatu kelompok social adalah sangat ditentukan oleh adalah sangat ditentukan oleh adnya interaksi social.

B. Interaksi Sosial

Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi adalah proses di mana orang – orang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari – hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial dan masyarakat.
Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai : pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas – aktivitas semacam itu merupakan bentuk – bentuk dari interaksi social.
Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh factor – factor sebagai berikut :
a. Imitasi adalah suatu proses peniruan atau meniru
b. Sugesti adalah suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman – pedoman  tingkah laku orang lain tanpa dikritik terlebih dahulu. Yang dimaksud sugesti disini adalah pengaruh pysic, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik. Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya, denagn interaksi social adalah hampir sama. Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
c. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi indentis ( sama ) dengan orang lain,  baik secara lahiriah maupun batiniah.
d.  Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan bedasarkan penilaian poerasaan seperti juga pada proses identifikasi.
Sementara factor interaksi social yang dapat mendorong terbentuknya suatu kelompok social adalah :
1. Adanya tujuan bersama
2. Adanya perasaan dan kepentingan yang sama
3. Adanya penyesuaian nilai, norma dan normal
4. Adanya kebutuhan akan perlindungan keamanan sesame makhluk social
5. Adanya komunikasi yang cukup untuk tukar – menukar pandangan

a. Bentuk – Bentuk interaksi Sosial

Bentuk – bentuk interaksi social dapat berupa kerja sama ( cooperation), persaingan ( competition ), dan pertentangan ( conflict ). Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi social, keemnpat pokok dari interaksi social tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertikaian untuk akhirnya sampai pada akomodasi.
Gilin pernah mengadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam proses social yang timbul sebagai akibat adabnya interaksi social, yaitu :
a. Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi
b. proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “ contravention “ dan pertentangan pertikaian.
Adapun interaksi yang pokok proses – proses adalah :
1). Bentuk Interaksi Asosiatif
a. Kerja sama ( cooperation )
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk kerja sama, yaitu :
* Bargaing, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih
* Cooperation, proses penerimaan unsur – unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan
* Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama

b. Akomodasi ( accomodatiuon )
Adapun bentuk – bentuk akomodasi, diantaranya :
* Coertion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaaan
* Compromise, suatu bentuk akomodasi,dimana pihak yang terlibat amsing – masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
* Arbiration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri.
* Meditation, hampir menyerupai arbitration diundang pihak ke tiga yang retial dalam persoalan yang ada.
* Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang bersesilisih, bagi tercapainya suatu tujuan bersama
* Stelemate, merupakan suatu akomodasi di mana pihak – pihak yang berkepentingan mempunyai kesimbangan, berhenti apda titik tertentu dalam melakukan pertentangan
* adjudication, yaitu perselisihan atau perkara di pengadilan
 2) Bentuk Interaksi Disosiatif
a. Persaingan ( competition )
Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan kekerasan.
b. Kontraversi ( contraversion )
Kontraversi bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontraversi  ditandai oleh  adanya ketidakpastian terhadap diri sesorang, perasaan tidak suka yang disembunyikan dan kebencian terhadap kepribadian orang, akan tetapi gejala – gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
c. Pertentangan ( conflict )
Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi antar individu atau kelompok social yang berusaha unutk mencapai tujuannnya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan. Pertentangan memiliki bentuk khusus, antara lain : pertentangan pribadi, pertentangan rasioanal, pertentangan kelas social, dan pertentangan politik.

C. Ciri – Ciri Dasar Perilaku Kelompok

a. Teori dampak sosial
Teori dampak social menempatkan masalah yang lebih umum tentang sejauh mana kekuatan pengaruh ( positf atau negative ) yang ditmbulkan oleh orang lain. Seperti yang dikembangkan oleh Latene ( 1981 ), teori ini menyatakan bahwa keseluruhan dampak individu pada jumlah, kekuatan dan kedekatan.
Faktor yang lain adalah kekuatan daya social, makna penring atau kekuasaan oaring yang hadir. Kekuatan dapat ditentukan hal – hal sperti status, usia, dan hubungan antara individu dan orang tersebut. Contoh, mungkin Suci merasa tampil lebih buruk didepan guru atau penata perannya dibandingkan bila tampil didepan teman – temannya.
Faktor yang ketiga adalah kedekatan penonton, kedekatan mereka dalam ruang dan waktu. Contoh, reaksi Ayu akan lebih kuat bila dia tampil langsung didepan penonton yang ditonton melalui pemantau video yang ditempatkan diruang lain     ( Borden,1980 ).

b. Kelompok
Agregat social dimana anggota – anggotanya yang saling tergantung dan setidak – tidaknya memilki potensi untuk melakukan interaksi satu sama lain. Dalam kebanyakan kelompok, anggota – anggotanya melakukan kontak muka yang teratur.
Definisi itu menekankan cara penting suatu kelompok yaitu bahwa dengan berbagai cara anggotanya saling mempengaruhi satu sama lain. Contoh, semua anak kelas 2 SD Negeri II Jakarta yang mendengar gurunya membacakan suatu cerita adalah bagian dari suatu kelompok.
Kelompok mempunyai keragaman dalam banyak hal :
1. Ukuran
2. Lamnya
3. Nilai – nilainya
4. Tujuan dan ruang lingkupnya
Kelompok juga bervariasi dalam hal nilai dan tujuan. Coba perhatikan sejenak perbedaan sebuah perkumpulan catur, kelompok pemuda local, himpunan mahasiswa dan kelompok pengajian agama di kelas. Kelompok mana, bila ada, yang akan Anda masuki nantinya tergantung pada nilai – nilai pribadi, minat dan tjuan Anda sendiri.

c. Kekompakan
Pada beberapa kelompok, ikatan diantara anggota – anggota kuat dan menetap. Pada kelompok lain – lain, ikatan kendur. Dengan hilangnya rasa berkelompok dan semakin lama anggota – anggotanya cenderung memisahkan diri.
Kekompakan mengacu pada kekuatan, baik positif maupun negative yang menyebabkan para anggota menetap dalam suatu kelompok ( Festinger,1950 ). Adapun kekuatan positif maupun negative yang sangat mempengaruhi kekompakan dalam suatu kelompok adalah :
* Positif
1. daya tarik antar pribadi yang terdapat diantara anggota kelompok merupakan kekuatan pokok yang positif ( Ridgway, 1983 ). Bila anggota kelompok saling menyukai satu sama lain dan dieratkan dengan ikatan persahabatan, kekompakan maka kelompok itu akan tinggi.
2. Motivasi orang untuk tetap tinggal dalam suatu kelompok juga dipengaruhi oleh tujuan instrumental kelompok itu
3. Sampai dimana / sejauh mana suatu kelompok berinteraksi secara efektif dan selaras
* Negatif
Kekompakan kelompok juga dipengaruhi kekuatan negative yang menyebabkan para anggotanya tidak berani meninggalkan kelompok itu, bahkan meskipun mereka merasa tidak puas. Kadang – kadang orang tetap tinggal dalam suatu kelompok karena kerugian yang akan ditanggungnya bila dia meninggalkan kelompok itu sangat tinggi atau karena tidak tersedianya pilihan lain.

 D. Tipe – Tipe Manusia dalam Kelompok
Adapun beberapa tipe manusia didalam sebuah kelompok yaitu :

a. Tipe A : Si Bos
Orang tipe ini saat berada dalam kelompok selalu ingin menjadi yang paling berkuasa, bujan jadi pemimpin. Bahakan pada saaat dirinya tidak jadi pemimpin. Tipe ini biasanya sering menyuruh – menyuruh saja kepada anggota yang lain, dan dirinya hanya tinggal enak – enakan.Tidak banyak memantu dan justru menyusahkan. Sungguh tipe orang yang mengesalkan. Tipe ini jika sudah taubat dapat menjadi si pemimpin.

b. Tipe  : Si Terserah
Orang tipe ini selalu saja terserah. Maksudnya pada saat dimintai pendapat, pasti yang keluar adalah kata – kata “ terserah deh..gua ikut saja......” Pada saat pemagian tugasjuga, dia hanya berkata terserah. Setelah pekerjaan selesai, orang tipe ini akan mengeluh karena pekerjaannya tidak sesuai dengan dia.

c. Tipe C : Si Penumpang
Orang tipe ini hanya memajang namanya didaftar anggota kelompok. Saat berkumpul dia tidak datang. Ketika mengerjakan tugas, dia kurang optimal dan akhirnya yang lain harus repot meng – handle bagian dia. Tapi dia ingin namanya tetap ada didaftar kelompok agar mendapat nilai.

d. Tipe D : Si Penjilat
Orang tipe ini tidak disukai sama rekan satu kelompoknya. Pada saat dalam kelompok, dia tidak berperan banyak. Ketika didepan dosen / guru, dia erlagak sempurna, jadi anak rajin agar mendapat nilaki yang bagus. Ketika pemagian nilai kelompok, ternyata si penjilat ini mendapatkan nilai   tertinggi dibandingkan teman – temanya.

e. Tipe E : Si Penyedia
Orang ini berperan sebagai penyedia dalam kelompok. Pada saat kerja kelompok, dia menyarankan untuk mengerjakan tugas dirumahnya. Dan dia akan menyediakan makanan beserta akomodasi juga. Semua fasilitas yang disediakan itu jadi trade – off sama kerjanya yang memang sedikit. Sebenarnya teman seperti ini cukup enak, kalau yang lainnya rajin dan kerja semua.

f. Tipe F : Si Senang – Senang
Orang tipe ini ketika dalam kelompok maunya senang – senang. Bukannya berkumpul untuk kerja kelompok, dia malah mengjak teman – temannya untuk hangout, jalan – jalan ke mall atau karaokean. Teman – temannya menjadi terpengaruh dan bisa berbahaya buat tugas. Bisa tidak selesai karena kebanyakan senang – senang. Mempunyai te,man sekelompok tipe ini ada bagusnya juga tapi kebanyakan bahanya.

g. Tipe G : Si Afwarnes ( Pemaaf )
Orang tipe ini sangat sering minta maaf karena tidak bisamengikuti kerja kelompok atau tidak mengerjakan tugasnya dengan baik. Orang ini sangat sering minta izin tidak ikut mengerjakan tugas, ada – ada saja alasannya. Orang dengan tipe ini bisa membebani teman sekelompok yang lain karena harus meng – handle kerjaan dia.

h. Tipe H : Si Aktivis
Dari namanya, orang ini sangat aktif. . Pada saat mau kerja kelompok, si aktivis tidak akan bisa ikut karena aktivitasnya yang begitu banyak. Orang ini sangat – sangat menghargai waktu, karena baru mengumpul sebentarsudah minta izin krena harus ada aktivitas yang lain. Pada tahap yang lebih parah, orang tipe ini bisa jadi Si Numpang Nama. Orang tipe ini harus terus dikontrol supaya tidak kabur – kaburan.

i. Tipe I : Si Pengalah
Orang tipe ini benar – benar suka mengalah. Jika diberikan kerjaan terlalu banyak atau terlampau sulit, dia tetap mengiyakan. Akibatnya tugas kadang tidak jadi optimal. Selain itu dia juga jadi kecapean sendiri karena kerjanya menggerutu sendiri. Orang ini juga tidak berani bilang tidak ketika disuruh. Lebih parahnya, orang tipe ini bisa dieksploitasi dengan tugas yang setumpuk.

j. Tipe J : Si Pemikir
Orang tipe ini lebih banyak mikirnya daripada kerjanya. Bhasa kerennya konseptor. Ide – idenya menentukan jalannya pengerjaan tugas kelompok. Namun, orang tipe ini cenderung tidak menyukai kerja teknis dalam kelompok. Jarang terlihat bekerja, padahal perannya besar. Punya teman sekelompok tiep ini menguntungkan kalau ada orang lain yang jadi pelaksana ide – idenya, tapi ia tetap harus ikut membantu juga.

k. Tipe K : Si Pelaku Lapangan
Orang ini biasanya malas berpikir, apalagi yang konsep – konsepan. Orang ini menginginkan pekerjaan yang teknis dan tidak harus memakai analisis atau konsep. Pada awaltugas saat taahap perencanaan, kerjanya minim. Namun, pada saat pelaksanaan, ia mulai banyak berperan. Penting juga punya teman sekelompok tipe ini, kalau ada orang lain yang jadi pemikirnya.

l. Tipe L : Si Single Fighter
Orang ini sering bekerja sendiri dalam kelompok. Dan tidsak akan mengajak anggota kelompok yang lai. Kadang hasilnya jadi tidak sesuai dengan harapan kelompok, karena memang dikerjakan sendiri. Orang tipe ini biasanya egois dan merasa pekerjaannya lebih bagus dari yang lain. Cukup bahaya ada teman sekelompok tipe ini, kecuali dia adaalh manusia super yang pekerjaannya pasti bagus.

m. Tipe M : Si Penyempurna
Orang tipe ini biasanya jadi pengumpul pekerjaan orang. Dia Cuma kerja di bagian  akhir. Dia meminta semua teman – temannya yang lain mnegrjakan sendiri – sendiri, kemudia dikumpulkan ke dia. Selanjutnya olehnya akan dijadikan satu dan disempurnakan. Tipe ini ada yang baik, tapi ada yang buruk. Yang baik bisa menjadikan hasil akhir menjadiu sempurna.. Sedangkan yang buruk malah main asal gabung – gabung saja. Kalau dia penyempurna yang baik, sangat beruntung sekelompok dengan orang tipe ini.

n. Tipe N : Si Mooddy – an
Orang tipe ini sering membuat jengkel kalau mood – nya tidak bagus.  Pada saat berkumpul ternyata mood – nya lagi jelek, maka bisa membuat sekelompok kirang optimal juga. Namun, kalau mood – nya bagus, kinerja kelompok menjadi ikut bagus. Tugas penting dari anggota kelompok yanhg lain adalah menjaga supaya mood orang tipe ini tetap bagus terus.

o. Tipe O : Si Barengan
Orang tipe ini sangat membentuk kelompok, concern utamanya adalah bareng sama temen dekatnya atau orang yang dia prefer untuk satu kelompok. Biasanya berpasang – pasangan. Misalnya si A sama si B tidak bisa dipisah dan harus satu kelompok. Orang tipe ini bisa merepotkan karena saat temannya kurang optimal, dia juga menjadi kurangoptimal. Lebih parah lagi mereka berdua bisa kabur bersama dari kerja kelompok. Orang ini perlu dijaga supaya barengannya yang baik – baik saja.

p. Tipe P : Si Butuh Dorongan
Orang tipe ini kalau tidak didorong – dorong atau ditekan – tekan akan tetap berada di zona njyaman. Cukup mengesalkan di awal karena dia tidak kerja apa – apa. Namun, setelah didorong suapaya bekerja sama denagn teman – teman yang lain, dia akan mulai bergerak. Apalagi semakin menjelang deadline tugas, kinerjanya bisa semakin baik. Orang tipe ini membuat was – was dan deg – degan karena baru kerja diakhir – akhir.

q. Tipe Q : Si Kooperatif
Orang tipe ini lebih senang menjadi bagian dari kelompok dan bukan jadi pemimpin. Saat bekerja sendiri di akinerjanya cukup baik. Saat bersama – sama bisa semakin baik. Dia sangat menikmati  bekerja dalam kelompok. Bersedia membantu teman sekelompok yang lain. Satu kelompok dengan orang tipe ini sangat menguntungkan, karena meringankan beban dalam kelompok.

r. Tipe R : Si Pemimpin
Orang tipe ini menjadi pemimpin dalam kelompoknya. Dia mampu memimpin, mengarahkan, mengawasi, memberi masukan dan mengkoordinasikan kelompok. Sering memberikan tugasa pada orang lain, namun ia tidak lepas tangan dengan tugas tersebut. Tipe yang wajib ada dalam kelompok jika ingin kelompok tersebut sukses.

s. Tipe S : Si Serba Bisa
Orang tipe ini cocok menjadi pemimpin atau jadi anggota dalam kelompok. Pada saat jadi pemimpin, dia mampu memimpin denagn baik. Pada saat jadi anggota pun dia mampu berperan secara optimal. Tipe idaman untuk dijadikan teman sekelompok. Sayangmya, orang tipe ini sangat  jarang ditemui. Kalau ada pasti menjadi rebutan.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
·      Kelompok merupakan golongan, kelas, lapisan atau kumpulan manusia yang dibatasi oleh ciri, kondisi dan kesamaan kepentingan tertentu. Sementara kelompok social menurut pengertian sosiologis adalah kumpulan individu – individu yang mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain, dimana didalamnya terdapat ikatan perasaan yang relative sama.
·      Terbentuknya suatu kelompok social disebabkan oleh adanya interaksi antara manusia dan kesadaran bahwa manusia pada umumnya tidak dapat menyelesaikan pekerjannya sendiri atau tidak dapat mencapai tujuannya dengan seorang diri saja serta dasar kebutuhan psikologis manusia, terutama adanya kebutuhan manusia akan rasa perlindungan rasa keamanan.
·  Interaksi adalah proses di mana orang – orang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Interaksi sosial adalah hubungan timbassl balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial dan masyarakat.
·      Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor – factor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Bentuk – bentuk interaksi social dapat berupa kerja sama ( cooperation), persaingan ( competition ), dan pertentangan ( conflict ).
·      Terdapat berbagai macam tipe – tipe manusia dalam suatu kelompok, sehingga orang yang berada dalam kelompok kadang – kadang melakukan perilaku yang tidak biasa.


DAFTAR PUSTAKA


http://antarmanusia.blogspot.com/Halaman Depan > Tetesan > diakses tanggal 27 september 2010